Saat ini beredar berbagai pertanyaan dan keraguan terkait keamanan kehalalan vaksin di masyarakat. Untuk menjawab semua itu, Sekretaris Satgas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) dr. Soedjatmiko, Sp.A (K) akan menjawabnya lewat tanya jawab sebagai berikut:
Benarkah imunisasi aman untuk bayi dan balita?
Benar. Saat ini 194 negara terus melakukan vaksinasi untuk
bayi dan balita. Badan resmi yang meneliti dan mengawasi vaksin di
negara tersebut umumnya terdiri atas para dokter ahli penyakit infeksi,
imunologi, mikrobiologi, farmakologi, epidemiologi, dan biostatistika. Sampai
saat ini tidak ada negara yang melarang vaksinasi, justru semua negara berusaha
meningkatkan cakupan imunisasi lebih dari 90% .
Mengapa ada “ilmuwan” menyatakan bahwa imunisasi berbahaya ?
Tidak benar imunisasi berbahaya. “Ilmuwan” yang
sering dikutip di buku, tabloid, milis ternyata bukan ahli vaksin,
melainkan ahli statistik, psikolog, homeopati, bakteriologi, sarjana hukum,
wartawan sehingga mereka tidak mengerti betul tentang vaksin. Sebagian besar
mereka bekerja pada era tahun 1950- 1960, sehingga sumber datanya juga
sangat kuno.
Benarkah “ilmuwan kuno” yang sering dikutip buku,
tabloid, milis, ternyata bukan ahli vaksin ?
Benar, mereka semua bukan ahli vaksin. Contoh : Dr
Bernard Greenberg (biostatistika tahun 1950), DR. Bernard Rimland
(Psikolog), Dr. William Hay (kolumnis), Dr. Richard Moskowitz
(homeopatik), dr. Harris Coulter, PhD (penulis buku homeopatik, kanker),
Neil Z. Miller, (psikolog, jurnalis), WB Clark (awal tahun 1950) ,
Bernice Eddy (Bakteriologis tahun 1954), Robert F. Kenedy Jr (sarjana
hukum) Dr. WB Clarke (ahli kanker, 1950an), Dr. Bernard Greenberg
(1957-1959).
Benarkah dokter Wakefield “ahli vaksin”, membuktikan
MMR menyebabkan autisme ?
Tidak benar. Wakefield juga bukan ahli
vaksin, dia dokter spesialis bedah. Penelitian Wakefield tahun 1998 hanya
dengan sample 18. Banyak penelitian lain oleh ahli vaksin di beberapa negara
menyimpulkan MMR tidak terbukti mengakibatkan autis. Setelah diaudit oleh tim
ahli penelitian, terbukti bahwa Wakefield memalsukan data, sehingga
kesimpulannya salah. Hal ini telah diumumkan di majalah resmi kedokteran
Inggris British Medical Journal Februari 2011.
Benarkah di semua vaksin terdapat zat-zat berbahaya yang
dapat merusak otak ?
Tidak benar. Isu itu karena “ilmuwan” tersebut di atas tidak
mengerti isi vaksin, manfaat, dan batas keamanan zat-zat di dalam vaksin.
Contoh: jumlah total etil merkuri yang masuk ke tubuh bayi melalui vaksin
sekitar 2 mcg/kgbb/minggu, sedangkan batas aman menurut WHO adalah jauh
lebih banyak (159 mcg/kgbb/minggu). Oleh karena itu vaksin mengandung merkuri
dengan dosis yang sangat rendah dan dinyatakan aman oleh WHO dan badan-badan
pengawasan lainnya.
Benarkah isu bahwa “semua zat kimia” berbahaya bagi
bayi ?
Tidak benar. Isu itu beredar karena penulis buku,
tabloid, milis, tidak pernah belajar ilmu kimia. Oksigen, air, nasi, buah,
sayur, jahe, kunyit, lengkuas, semua tersusun dari zat-zat kimia. Buktinya
oksigen rumus kimianya O2, air H2O, garam NaCl. Buah dan sayur terdiri atas
serat selulosa, fruktosa, vitamin, mineral, dll. Telur terdiri dari protein,
asam amino, mineral. Itu semua zat kimia, karena ada rumus kimianya. Jadi
zat-zat kimia umumnya justru sangat dibutuhkan untuk manusia asal bukan
zat yang berbahaya atau dalam takaran yang aman.
Benarkah vaksin terbuat dari nanah, dibiakkan di janin
anjing, babi, manusia yang sengaja digugurkan?
Tidak benar. Isu itu bersumber dari “ilmuwan” 50 tahun lalu (tahun
1961-1962). Teknologi pembuatan vaksin berkembang sangat pesat. Sekarang tidak
ada vaksin yang terbuat dari nanah atau dibiakkan embrio anjing, babi, atau
manusia.
Benarkah vaksin mengandung lemak babi ?
Tidak benar. Hanya sebagian kecil dari vaksin yang
pernah bersinggungan dengan tripsin pada proses pengembangan maupun
pembuatannya seperti vaksin polio dan meningitis. Pada vaksin meningitis, pada
proses penyemaian induk bibit vaksin tertentu 15 – 20 tahun lalu,
ketika panen bibit vaksin tersebut bersinggungan dengan tripsin pankreas
babi untuk melepaskan induk vaksin dari persemaiannya. Tetapi kemudian induk bibit vaksin
tersebut dicuci dan dibersihkan total, sehingga pada vaksin yang disuntikkan
tidak mengandung tripsin babi. Atas dasar itu maka Majelis Ulama Indonesia
berpendapat vaksin itu boleh dipakai, selama belum ada penggantinya. Contohnya
vaksin meningokokus (meningitis) haji diwajibkan oleh Saudi Arabia bagi
semua jemaah haji untuk mencegah radang otak karena meningokokus.
Benarkah vaksin yang dipakai di Indonesia buatan Amerika ?
Tidak benar. Vaksin yang digunakan oleh program imunisasi di
Indonesia adalah buatan PT Bio Farma Bandung, yang merupakan BUMN,
dengan 98,6% karyawannya adalah Muslim. Proses penelitian dan pembuatannya
mendapat pengawasan ketat dari ahli-ahli vaksin di BPOM dan WHO.
Vaksin-vaksin tersebut juga diekspor ke 120 negara, termasuk 36 negara dengan
penduduk mayoritas beragama Islam, seperti Iran dan
Mesir.
Benarkah program imunisasi hanya di negara Muslim dan
miskin agar menjadi bangsa yang lemah?
Tidak benar. Imunisasi saat ini dilakukan di 194 negara, termasuk
negara-negara maju dengan status sosial ekonomi tinggi, dan negara-negara
non-Muslim. Kalau imunisasi bisa melemahkan bangsa, maka mereka
juga akan lemah, karena mereka juga melakukan program imunisasi, bahkan
lebih dulu dengan jenis vaksin lebih banyak. Kenyataanya : bangsa dengan
cakupan imunisasi lebih tinggi justru lebih kuat. Jadi terbukti bahwa
imunisasi justru memperkuat kekebalan terhadap penyakit infeksi, bukan
melemahkan.
Benarkah isu di buku, tabloid dan milis bahwa di Amerika
banyak kematian bayi akibat vaksin ?
Tidak benar. Isu itu karena penulis tidak faham data Vaccine
Adverse Event Reporting System (VAERS) FDA Amerika tahun 1991-1994, yang
mencatat 38.787 laporan kejadian ikutan pasca imunisasi, oleh penulis
angka tersebut ditafsirkan sebagai angka kematian bayi 1 – 3 bulan. Kalau
memang benar angka kematian begitu tinggi tentu FDA AS akan heboh dan menghentikan
vaksinasi. Faktanya Amerika tidak pernah meghentikan vaksinasi bahkan
mempertahankan cakupan semua imunisasi di atas 90 %. Angka tersebut adalah
semua keluhan nyeri, gatal, merah, bengkak di bekas suntikan, demam, pusing,
muntah yang memang rutin harus dicatat kalau ada laporan masuk. Kalau ada
38.787 laporan dari 4,5 juta bayi berarti KIPI hanya 0,9 %.
Benarkah isu bahwa banyak bayi balita meninggal pada
imunisasi masal campak di Indonesia ?
Tidak benar. Setiap laporan kecurigaan adanya
kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) selalu dikaji oleh Komnas/Komda KIPI
yang terdiri dari pakar-pakar penyakit infeksi, imunisasi, imunologi. Setelah
dianalisis dari keterangan keluarga, dokter yang merawat di rumah sakit, hasil
pemeriksaan fisik, dan laboratorium, ternyata balita tersebut meninggal karena
radang otak, bukan karena vaksin campak. Pada bulan itu ada beberapa balita
yang tidak imunisasi campak juga menderita radang otak. Berarti kematian balita
tersebut bukan karena imunisasi campak, tetapi karena radang otak.
Demam, bengkak, merah setelah imunisasi membuktikan bahwa
vaksin berbahaya?
Tidak berbahaya. Demam, merah, bengkak, gatal di
bekas suntikan adalah reaksi wajar setelah vaksin masuk ke dalam tubuh. Seperti
rasa pedas dan berkeringat setelah makan sambal adalah reaksi normal tubuh
kita. Umumnya keluhan tersebut akan hilang dalam beberapa hari. Boleh diberi
obat penurun panas, dikompres. Bila perlu bisa konsul ke petugas kesehatan
terdekat.
Benarkah vaksin Program Imunisasi di Indonesia juga dipakai
oleh 36 negara Muslim?
Benar.
Vaksin yang digunakan oleh program
imunisasi di Indonesia adalah buatan PT Biofarma Bandung. Vaksin-vaksin
tersebut dibeli dan dipakai oleh 120 negara, termasuk 36 negara dengan
penduduk mayoritas beragama Islam.
Benarkah isu di tabloid, milis, bahwa
program imunisasi gagal?
Tidak benar. Isu-isu tersebut bersumber dari data
yang sangat kuno (50 – 150 tahun lalu) hanya dari 1 – 2 negara
saja, sehingga hasilnya sangat berbeda dengan hasil penelitian terbaru,
karena vaksinnya sangat berbeda.
Contoh
:
-
Isu vaksin cacar variola
gagal, berdasarkan data yang sangat kuno, di Inggris tahun 1867 – 1880
dan Jepang tahun 1872-1892. Fakta terbaru sangat berbeda, bahwa
dengan imunisasi cacar di seluruh dunia sejak tahun 1980 dunia bebas
cacar variola.
-
Isu vaksin difteri gagal,
berdasarkan data di Jerman tahun 1939. Fakta sekarang: vaksin difteri
dipakai di seluruh dunia dan mampu menurunkan kasus difteri hingga 95 %.
-
Isu pertusis gagal hanya dari data
di Kansas dan Nova Scottia tahun 1986
-
Isu vaksin campak berbahaya hanya
berdasar penelitian 1989-1991 pada anak miskin berkulit hitam di Meksiko, Haiti
dan Afrika
Benarkah program imunisasi gagal, karena setelah diimunisasi
bayi balita masih bisa tertular penyakit tersebut ?
Tidak benar program imunisasi gagal. Perlindungan
vaksin memang tidak 100%. Bayi dan balita yang telah diimunisasi masih bisa
tertular penyakit, tetapi jauh lebih ringan dan tidak berbahaya. Bayi
balita yang belum diimunisasi lengkap bila tertular penyakit tersebut bisa
sakit berat, cacat atau meninggal.
Benarkah imunisasi bermanfaat mencegah wabah, sakit
berat, cacat dan kematian bayi dan balita?
Benar. Badan penelitian di berbagai negara
membuktikan bahwa dengan meningkatkan cakupan imunisasi, maka penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi berkurang secara bermakna. Oleh karena itu
saat ini program imunisasi dilakukan terus menerus di 194 negara, termasuk
negara dengan sosial ekonomi tinggi dan negara yang mayoritas penduduknya
beragama Islam. Semua negara berusaha meningkatkan cakupan agar lebih
dari 90 %. Di Indonesia, setelah wabah polio 2005-2006 karena banyak bayi yang
tidak diimunisasi polio, maka menyebabkan 305 anak lumpuh permanen.
Setelah digencarkan imunisasi polio, sampai saat ini tidak ada lagi kasus polio
baru.
Mengapa di Indonesia ada buku, tabloid, milis, yang
menyebarkan isu bahwa vaksin berbahaya, tidak effektif, tidak dilakukan di
negara maju ?
Karena di Indonesia ada orang-orang yang tidak
mengerti tentang vaksin dan imunisasi, hanya mengutip dari “ilmuwan” tahun 1950
-1960 yang ternyata bukan ahli vaksin, atau berdasar data-data 30 – 40 tahun
lalu (1970 – 1980an) atau hanya dari 1 sumber yang tidak kuat. Atau dia
mengutip Wakefield spesialis bedah, bukan ahli vaksin, yang penelitiannya
dibantah oleh banyak tim peneliti lain, dan oleh majalah resmi kedokteran
Inggris British Medical Journal Februari 2011 penelitian Wakefield dinyatakan
salah alias bohong. Ia hanya berdasar kepada 1 – 2 laporan kasus yang tidak
diteliti lebih lanjut secara ilmiah, hanya berdasar logika biasa.
Bagaimana orangtua harus bersikap terhadap isu-isu tersebut?
Sebaiknya semua bayi dan balita diimunisasi secara lengkap.
Saat ini 194 negara di seluruh dunia yakin bahwa imunisasi aman dan
bermanfaat mencegah wabah, sakit berat, cacat, dan kematian pada bayi dan
balita. Terbukti 194 negara tersebut terus menerus melaksanakan program
imunisasi, termasuk negara dengan sosial ekonomi tinggi dan negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam, dengan cakupan umumnya lebih dari 85 %.
Badan
penelitian di berbagai negara membuktikan kalau semakin banyak bayi balita
tidak diimunisasi akan terjadi wabah, sakit berat, cacat atau mati. Hal ini
telah terbukti di Indonesia, di mana wabah polio merebak pada tahun 2005-2006
(305 anak lumpuh permanen), wabah campak 2009 – 2010 (5.818 anak dirawat di RS,
meninggal 16), dan wabah difteri 2010-2011 (816 anak di rawat di RS, 56 meninggal).
Bisakah ASI, gizi, dan suplemen herbal menggantikan
imunisasi ?
Tidak ada satupun badan penelitian
di dunia yang menyatakan bisa, karena
kekebalan yang dibentuk sangatlah berbeda. ASI, gizi, suplemen herbal,
kebersihan, hanya memperkuat pertahanan tubuh secara umum, karena tidak
membentuk kekebalan spesifik terhadap kuman tertentu. Kalau jumlah kuman
banyak dan ganas, perlindungan umum tidak mampu melindungi bayi, sehingga masih
bisa sakit berat, cacat atau bahkan mati.
Imunisasi merangsang pembentukan antibodi dan kekebalan
seluler yang spesifik terhadap kuman-kuman atau racun kuman tertentu, sehingga
bekerja lebih cepat, efektif, dan efisien untuk mencegah penularan penyakit
yang berbahaya.
Bolehkah selain diberikan imunisasi, ditambah dengan
suplemen gizi dan herbal?
Boleh. Selain diberi imunisasi, bayi harus diberi ASI
eksklusif, makanan pendamping ASI dengan gizi lengkap dan seimbang, kebersihan
badan, makanan, minuman, pakaian, mainan, dan lingkungan. Suplemen
diberikan sesuai kebutuhan individual yang bervariasi. Selain itu bayi harus
diberikan kasih sayang dan stimulasi bermain untuk mengembangkan kecerdasan,
kreatifitas dan perilaku yang baik.
Benarkah bayi dan balita yang tidak diimunisasi lengkap
rawan tertular penyakit berbahaya ?
Benar. Banyak penelitian imunologi dan
epidemiologi di berbagai membuktikan bahwa bayi balita yang tidak diimunisasi
lengkap tidak mempunyai kekebalan spesifik terhadap penyakit-penyakit
berbahaya. Mereka mudah tertular penyakit tersebut, akan menderita sakit berat,
menularkan ke anak-anak lain, menyebar luas, terjadi wabah, menyebabkan banyak
kematian dan cacat.
Benarkah wabah akan terjadi bila banyak bayi dan balita
tidak diimunisasi ?
Benar. Itu sudah terbukti di beberapa
negara Asia, Afrika dan di Indonesia.
Contoh: wabah polio 2005-2006 di Sukabumi karena banyak bayi
balita tidak diimunisasi polio, dalam hitungan beberapa bulan, virus polio
menyebar cepat ke Banten, Lampung, Madura, menyebabkan 305 anak lumpuh
permanen.
Wabah campak di Jawa Tengah dan Jawa Barat 2010-2011
mengakibatkan 5.818 anak dirawat di rumah sakit dan 16 anak di antaranya
meninggal dunia.
Wabah difteri dari Jawa Timur 2009 – 2011 menyebar ke
Kalimantan Timur, Selatan, Tengah, Barat, DKI Jakarta, menyebabkan 816 anak
harus di rawat di rumah sakit, 54 meninggal.
Tentang Penulis
*dr. Soedjatmiko, Sp.A (K) merupakan,
- Ketua III Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia 2002-2008
- Sekretaris Satgas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI).
- Dokter Spesialis Anak Konsultan Tumbuh Kembang - Pediatri Sosial, Magister Sains Psikologi Perkembangan.
No comments:
Post a Comment